Sebelum membaca Artikel ini, Saya menyarankan Anda untuk membaca Artikel "Ilmu Tafsir dan Mufasir I" dikarenakan artikel ini adalah lanjutan dari Artikel sebelumnya yang saya posting didalam blog lainnya.
Kelompok keempat adalah
orang-orang yang pertama kali menulis buku tentang ilmu tafsir, seperti Sufyan
bin 'Uyainah, Waki' bin al Jarah, Syu'bah bin Haijaj, Abd bin Hamid dan Ibnu
Jarir ath-Thabari, pengarang buku tafsir yang termasyhur.19) Metode
mufasir kelompok ini adalah meriwayatkan pendapat-pendapat para sahabat dan
tabi'in tanpa mengemukakan pendapat mereka sendiri. Hanya saja Ibnu Jarir, dalam
buku tafsirnya, kadang-kadang lebih berpegang pada pandangan-pandangan
tertentu.
Kelompok kelima adalah para
mufasir yang menghimpun hadis-hadis dengan membuang sanad-sanad-nya. As-Suyuthi mengatakan:
"Dari sini terjadilah perbauran berbagai penafsiran; penafsiran yang benar
berbaur dengan penafsiran yang salah.20)
' Orang-orang yang mengkaji hadis-hadis ber- sanad akan menemukan banyak pemalsuan
dan penyusupan, pendapat-pendapat yang saling bertentangan yang dinisbatkan
kepada sahabat dan tabi'in, kisah-kisah dan cerita-cerita yang dapat dipastikan
ketidakbenarannya dan hadis-hadis tentang sebab-sebab turunnya ayat, nasikh - mansukh yang tidak sesuai
dengan konteks ayat. Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad bin Hambal (yang hidup
sebelum munculnya kelompok ini) berkata: "Ada tiga macam hadis yang
tidak mempunyai dasar, yaitu
hadis-hadis tentang keperwiraan, peperangan besar dan tafsir." Imam asy-Syafi'i
dikutip sebagai menyatakan bahwa di antara hadis-hadis yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas, hanya ada seratus hadis yang pasti kebenarannya.
Kelompok keenam adalah para
mufasir yang muncul sesudah berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan
kematangan mereka dalam Islam. Para mufasir ini melakukan penafsiran menurut
spesialisasinya dan tentang ilmu yang dikuasainya. Yang ahli nahwu (gramatika bahasa Arab) melakukan
penafsiran dari sudut pandang nahwu,
seperti az-Zajaj, al-Wahidi dan Abu Hayan;21) yang ahli
sastra melakukannya dari sudut pandang sastra, seperti az-Zamakhsyari dalam
al-Kasyaf;22) yang ahli teologi melakukannya
dari sudut pandang teologi, seperti al-Fahrur Razi dalam buku tafsirnya
al-Kabir;23) yang sufi
melakukannya dari sudut pandang sufi, seperti Ibnu Arabi dan Abdurrazaq
al-Kasyani dalam buku tafsir mereka;24)
yang ahli cerita memenuhi buku tafsirnya dengan cerita-cerita, seperti
as-Tsa'labi dalam buku tafsirnya;25) yang ahli
fikih melakukannya dari sudut pandang fikih, seperti al-Qurthubi dalam buku
tafsirnya;26) dan sekelompok mufasir
mengemukakan berbagai ilmu pengetahuan dalam buku tafsir mereka, seperti yang
kita lihat dalam buku tafsir Ruhul
Ma'ani,27) Ruhul Bayan,28) dan Tafsir an-Naisaburi.29)
Jasa kelompok ini kepada
ilmu tafsir adalah mengeluarkan ilmu ini dari kemandegan
(stagnasi) dan memasukkannya ke dalam pengkajian dan pembahasan. Akan tetapi,
obyektivitas menuntut kita untuk menyatakan bahwa dalam banyak pembahasan
mereka, pandangan-pandangan ilmiah dipaksa-paksakan terhadap Al-Quran, dan
pembahasan-pembahasan itu tidak dilakukan melalui konteks ayat-ayat itu
sendiri.
Sumber : E-Book Collection
1 comments:
Alhamdulillah tambah pengetahuan.
ReplyDitunggu kunjungan baliknya gan.
https://www.rafidhcell.com/
Post a Comment
Blog yang berisi informasi sebagai inspirasi anda